Mt. Puthuk Siwur, 1429 mdpl (masl). Nyebelin!

Pemandangan Gunung Penanggungan yang tertutup awan dan temannya, Gunung Bekel.
Salam dari tanjakan setan.

Masih di Mojokerto, hari minggu kemarin gue dan kakak memutuskan untuk hiking ke Puthuk Siwur, salah satu gunung kecil di kecamatan Pacet, Mojokerto. Ada perubahan rencana dari sebelumnya yang menargetkan ke Watu Jengger 1100 mdpl, karena ternyata Watu Jengger menerapkan pendaftaran online yang disamaratakan dengan pendakian Arjuno-Welirang. Yah, karena kita males daftar-daftar gitu karena jadi kayak pendaki beneran (WKWKWKWK), akhirnya kakak merekomendasikan satu gunung namanya Puthuk Siwur, tingginya masih kalah dikit sama Penanggungan. Kata orang-orang sih landai dan cocok untuk pemula. Tapi menurut review orang-orang, waktu tempuh dari basecamp ke puncak itu sekitar 2 jam-an. Jauh sama Lorokan yang kata orang-orang sekitar 30 menit sampai 1 jam. Padahal, basecamp Puthuk Siwur sudah berada di ketinggian 900an mdpl. Berarti, kita hanya akan naik sekitar 500an mdpl. 

Dengan berbekal ala kadarnya karena memang mau tektok, kita berangkat dari rumah sekitar jam 05:40 pagi. Seperti biasa, melewati kecamatan tetangga menuju Pacet. Sesampainya di Pacet, ambil jalur ke arah kiri menuju Claket. Kalau Lorokan kemarin ke kanan menuju Cangar, ini kebalikannya. Turunan dan tanjakannya memang aduhai, tapi bagi diriku yang sudah pernah melewati tanjangan setan di Cangar dan jalur lahar waktu main-main ke Jolotundo, tanjakan Claket menuju basecamp Puthuk Siwur ini nggak ada apa-apa nya lah. Cuma agak panjang aja. Jadi bagi kalian-kalian yang memang mau ke sini, sekali lagi jangan sepelekan kondisi kendaraan Anda. Untuk menuju basecamp Puthuk Siwur, ambil belokan ke arah Susteran Dharmaningsih. Jam 06.15 kita sampai di basecamp Puthuk Siwur, 35 menit dari rumah karena memang jalannya pelan-pelan aja.

Kesan pertama yang gue dapet disini adalah: dingin. Anginnya kenceng. Gue sempet pake jaket di awal-awal pendakian, tapi selang beberapa meter gue lepas lagi. Panas. Anginnya kenceng tapi ternyata tanjakannya kayak setan. 

Begitu masuk gapura start pendakian, ada warung dan toilet yang lumayan bersih dan airnya semi beku (lebay sih, tapi emang dingin kata kakak gue). Setelah itu kita bakal mulai track pendakian yang ditandai dengan melewati jembatan bambu. Tanjakan awal udah MasyaAllah dah pokoknya. Gue protes banget sama siapapun yang bilang itu landai karena kenyataannya lumayan bikin tenaga terkuras di awal. Jalannya bebatuan (walaupun memang nggak terjal) dan sama sekali nggak ada lurus-lurusnya. Si jalan batu ini emang nggak panjang sih, cuma beberapa meter aja, terus langsung deh masuk ke kawasan hutan pinus yang memang dibudidayakan dan jalannya landai.

Nggak terlalu lama setelah jalan, bakal ketemu Selfie Area di sebelah kiri, 1056 mdpl. Saran gue, kalau ketemu pos ini jangan seneng dulu, karena perjalananmu masih sangat panjang, Anak Muda. Kesalahan kita adalah we got our hopes up karena kalau sedeket ini aja udah 1056 mdpl, dan kalau jalurnya ke atas akan landai, we will get to 1429 in no time. Setelah beberapa puluh menit berjalan dari Selfie Area yang kurang photogenic karena sekali lagi gue nggak jago ambil foto yang endelita, kita bakal ketemu sama Selfie Area kedua yang mirip sama Selfie Area pertama. Gue nggak tau entah itu akan dijadikan pos atau apa, yang pasti ketika gue lewat sana cuma ada bekas papannya. Nggak ada informasi apa-apa.

Perjalanan selanjutnya masih pohon pinus, tapi agak rapat dan jalan nya pun makin menanjak walaupun masih tergolong landai. Sudah diselipin sedikit anak tangga yang bikin dengkul agak protes. Pos selanjutnya adalah camping ground 1, yang kita tempuh dalam waktu 1 jam dari basecamp. Disini ketinggiannya masih 1.185 mdpl, cuma naik 100 meteran dari Selfie Area pertama. Kalau ketemu camping ground 1 ini dan memutuskan untuk lanjut pendakian apalagi sampai ke puncak, saran gue pamitan dulu sama jalur landai dan dengkul utuh.

Jalur setan yang sebenarnya dimulai setelah camping ground 1. Tanjakan nya udah nggak temenan lagi, apalagi bersahabat. Didominasi sama batu-batu dan segala jenis ulat bulu. Setelah camping ground 1 ini juga sudah tidak terlihat hutan pinus, dan menurut keterangan dari papan milik Perhutani, area disekitar situ ditanami bermacam jenis tanaman buah-buahan. Jadi, ya panas.


Ketika sudah keluar total dari bayang-bayang hutan pinus, kita mulai bisa melihat bendera di puncak, dan itu masih tinggi banget bahkan dari tempat kita berpijak saat itu. Memang intimidating. Gue dan kakak sudah membuka percakapan perihal nyerah dan turun lagi karena tanjakannya semakin tidak manusiawi dan sama sekali nggak ada bonusnya. Tanjakannya semakin menjadi-jadi, pokoknya paha nempel perut dah.

Kalian nyadar nggak sih kalau di sebuah konstruksi tangga, harus ada semacam tempat landing nya di tengah-tengah tanjakan? Selain hemat tempat, spot landing ini memang dibangun agar dengkul bisa istirahat sejenak, nggak nanjak all the way. Nah masalahnya, si Puthuk Siwur ini nanjak all the way. Tidak menerapkan sistem landing sama sekali.


Anyway, perjalanan kali ini sangat menguras fisik dan emosi. Yang pertama adalah gue diikutin lebah yang terbangnya di sebelah kuping. I won't mind kalau dia terbang dimanapun asal nggak di sebelah kuping. Masih gue tahan-tahan aja ga boleh misuh karena lagi di gunung.

Yang kedua adalah the ultimate nuisance karena kali ini yang berulah adalah manusia. Kali itu gue dan kakak lagi istirahat di sebuah gazebo di tengah-tengah tanjakan setan. Belom sampe beberapa menit, ada rombongan cowok pendaki alay, mungkin baru SMA atau baru selesai SMA. Sarung tangannya, topi dan tasnya sih E*ger, which got me thinking that they must be a bunch of experienced hikers, yang mungkin memang benar tapi kelakuan dan mulutnya menunjukkan kebalikannya. Jumlah mereka waktu itu sekitar 6 - 7 orang. Gue rangkum aja ya melalui percakapan di bawah ini:

PA = Pendaki Alay, G = Gue

PA  : "Wah, sendirian (berdua) aja mbak?"
G   : "Iya Mas"
PA  : "Mau naik mbak?"
PA  : (sebat)
PA  : (sebat)
PA  : (sebat) (nawarin rokok ke temennya)
G   : "Iya"
PA  : "Lain kali kalau naik ajakin aku mbak, kasian sendirian"
G   : "Emang lebih suka gini (berdua) Mas"
PA  " (sebat)
G   : (ngirup asepnya)
PA  : "Emang nggak takut mbak?"
PA  : "Iya Mbak, banyak garongan"
G   : "Nggak mas. Udah yuk kak, jalan,"
PA  : "Iya mbak, emang nggak takut kalau ketemu garongan kayak kita-kita?"
G   : (senyum doang) "Mari Mas, lanjut dulu ya,"
PA  : "Nggak mau ditemenin Mbak?"
G   : "Nggak makasih Mas,"

Poin 1.

Untuk bisa mengeluarkan kalimat "emang nggak takut kalau ketemu garongan kayak kita mbak?" apa yang mereka pikirkan dengan kata-kata garongan dan 2 pendaki cewek yang sendirian? Hmm...gue penasaran. Gue mulai paham mungkin manusia-manusia seperti inilah sumber inspirasi drama korea Taxi Driver dan Mouse. 

Well, it was a verbal sexual harassment for sure, tapi karena gue tau gue masih bisa mengendalikan emosi dan gue tau anak-anak seumur jagung kayak mereka hanya akan berani ceriwis seperti itu kalau keroyokan,  I was holding myself back. Dari video-video yang gue tonton dan pengalaman pendakian orang-orang, para pendaki gunung itu adalah orang-orang yang ramah, berwawasan luas, bijak dalam perkataan dan perlakuan, tapi I'm sorry Puthuk Siwur, you fail me. 

Poin 2.

Asep rokoknya bro. You smoked me to death and what? "KaS14n mB4k ny4 k4l0 n4iK s3nDir1an?" 

Well, kita balik lagi ya ke cerita awal.

Jadi setelah insiden gazebo itu, dengan hati yang sedikit dongkol dan jalur pendakian yang tak kunjung bersahabat, kita memutuskan untuk terus ke puncak. Sebelum batas vegetasi, kita melewati hutan dulu yang belum dibuka untuk tanaman budidaya, atau memang dibiarkan seperti itu. Poin plus nya adalah adem karena banyak pohon besar.

Setelah melewati hutan, kita disuguhkan pemandangan rumput-rumput dengan ketinggian 1490an mdpl. sekitar 40 meter lagi ke puncak. Dari sini, cuma harus melewati beberapa meter tanjakan setan lagi dan akhirnya sampai di camping ground puncak Puthuk Siwur. Puncak nya sendiri harus naik batu lagi sekitar 2 meter dan ternyata bendera nya pake proper tiang bendera, jadi nggak bisa kefoto karena ketinggian. Camping ground puncak Puthuk Siwur memang enak sih, adem dan dibelakangnya masih ada dataran yang lebih tinggi daripada puncak Puthuk Siwur sebetulnya. Tapi entah kenapa alasannya, puncak Puthuk Siwur ditetapkan beberapa meter di bawahnya. Total perjalanan kita tempuh dalam waktu 2 jam 40 menit. 

Hasil dari sebuah perjuangan.

Honestly, puncak Puthuk Siwur did not feel so good, karena pikiran gue waktu itu cuma pengen pulang dan rebahan. Kita cuma foto-foto doang dan turun lagi. Perjalanan turun kita tempuh dalam waktu kurang lebih 1.5 jam. Karena tadi nanjak all the way, sekarang turun all the way, which nggak bagus juga karena bikin tempurung lutut serasa lepas dari ototnya.

Poin 3

Ujung trekking pole gue ilang. Nyebelin parah.

Kesimpulannya, ini gunung bener-bener bikin kapok. Salah kita juga sih, karena mengira bahwa si Puthuk Siwur ini masih pedes level 1 dan 11-12 sama Lorokan. Kenyataanya tidak begitu saudara-saudara. Walaupun gue nggak setuju sama statement landai, gue setuju kalau gunung ini cocok untuk pemula. Tapi level challenging, bukan level pendaki ceria.

FAKTA SEPUTAR PUTHUK SIWUR YANG SEDIKIT BANYAK TIDAK MEMBANTU

1. Parkir motor Rp5000 di bayar di depan. Kalau mobil nggak tau dan nggak nanya. Yang pasti bisa parkir mobil, tapi makan badan jalan karena nggak ada tempat khusus parkir mobil.

2. Biaya masuk Rp10.000/orang dan harus ngurus Simaksi dengan menyertakan nama ketua kelompok dan anggota nya.

3. Nggak ada stickernya. Payah dah ah.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mt. Lorokan 1100 mdpl (masl)

My Fencing Team's Soldiers